BETERNAK PUYUH (Coturnix coturnix japonica)



Ternak unggas merupakan jenis yang dibudidayakan untuk tujuan produksi sebagai penghasil pangan sumber protein hewani bagi masyarakat dan memiliki nilai ekonomis bagi manusia yang memeliharanya. Beberapa jenis unggas memberikan keuntungan antara lain adalah ayam, itik, kalkun, merpati dan puyuh. Ilmu ternak unggas adalah ilmu yang mempelajari prinsip–prinsip produksi (pembibitan, pembesaran, produksi telur) penaganan produk dan pemasaran produk ternak unggas. Produk ternak unggas berupa daging dan telur.
Ternak unggas merupakan media yang efisien dalam mengubah protein nabati dan bahan – bahan lain yang umumnya tidak sesuai dengan kelaziman selera manusia menjadi daging atau telur. Ayam, itik, puyuh, mentok dan merpati adalah beberapa contoh unggas yang telah diternakkan dan biasa diusahakan oleh masyarakat. Unggas ini sendiri merupakan aset sumber daya utama dari peternakan unggas.
Burung puyuh adalah unggas daratan yang kecil namun gemuk. Mereka pemakan biji-bijian namun juga pemakan serangga dan mangsa berukuran kecil lainnya. Mereka bersarang di permukaan tanah, dan berkemampuan untuk lari dan terbang dengan kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek. Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu, Burung puyuh di sebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, tahun 1987. Dan dikembangkan ke penjuru dunia, Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia.
puyuh petelur, sumber : http://cybex.pertanian.go.id
Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu sumber diversifikasi produk daging dan telur. Dengan ukuran tubuh yang kecil, puyuh memiliki keunikan, yaitu pertumbuhan yang cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat. Beberapa tahun terakhir puyuh juga dimanfaatkan sebagai hewan coba dalam berbagai penelitian karena tahan terhadap stres, tahan pada berbagai penyakit, dan memiliki daya kesembuhan relatif tinggi.Peternakan burung puyuh merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam menyediakan daging dan telur serta merupakan bahan makanan sumber hewani yang bergizi tinggi.
Pada umur enam minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah pemeliharaannya serta dapat diusahakan pada lahan yang terbatas. Ternak burung puyuh memiliki keunggulan seperti halnya ternak unggas lainnya, antara lain kandungan protein 13,1% dan lemak 11,1% lebih baik dibandingkan dengan ternak unggas (ayam ras dan itik). Keuntungan lainnya yaitu dapat berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas. Nilai jual puyuh di setiap tingkat umur cukup tinggi, baik telur konsumsi, telur tetas, bibit, hingga afkirnya.

Klasifikasi Burung Puyuh
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galiformes
Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix Coturnix Japanica

Ternak Burung Puyuh termasuk ternak dengan Produktivitas yang relatif tinggi. Singkatnya siklus hidup burung puyuh menyebabkan unggas ini cepat berproduksi, yaitu saat berumur 35-42 hari sudah mulai bertelur. Berarti sejak permulaan investasi sampai pemungutan hasilnya berlangsung dalam waktu singkat. Keadaan ini menimbulkan semangat bagi peternak dibandingkan dengan ayam ras atau ayam kampung.

Kelebihan Beternak Burung Puyuh.
a.         Mudah Beradaptasi
b.        Lebih tahan terhadap penyakit

Telur Burung Puyuh merupakan telur yang berukuran kecil, bercorak, dan rasanya enak. Umumnya masyarakat mengetahui puyuh sebagai unggas liar yang memanfaatkan kebun, sawah, dan hutan sebagai habitatnya, Burung ini jarang terbang, namun bisa dikatakan tidak banyak yang mengetahui bahwa siburung mini ini dapat diternakkan dengan mudah, bahkan menjadi ladang usaha bagi peternak kecil. Telur puyuh sangat potensial untuk dikembangkan terlebih karena konsumsi telur puyuh sudah mulai menyebar di seluruh kota-kota menengah dan kota besar di Pulau Jawa. Telur puyuh dapat ditemukan di pasar tradisional sampai pada pasar modern. Perubahan ini juga turut mempercepat peningkatan konsumsi telur puyuh. Konsumsi telur puyuh juga banyak diperkenalkan oleh industri makanan rumah tangga.

A. Managemen Pakan
Jenis pakan dibedakan menurut bentuknya, pakan dibedakan menjadi 3 yaitu, 1) mash atau pakan yang berbentuk tepung, 2) crumble atau pakan yang berbentuk remah-remah, keuntungan pakan bentuk ini mudah dipatuk sehingga lebih disukai puyuh, dan 3) pellet, bentuk pelet seperti biji-bijian sehingga dapat mengundang selera makan ternak.
Menurut penggunaannya pada ternakberdasarkan fase pemeliharaan , pakan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1) pakan fase starter, yaitu pakan yang diberikan pada masa pertumbuhan, fese pertumbuhan tersebut mulai DOQ masuk sampai siap bertelur, 2) pakan fase layer, yaitu pakan yang diberikan pada puyuh yang mulai bertelur (Rangkuti, 2011).
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi puyuh starter
Kandungan pakan
Persentase (%)
ME (Metabolisme Energi)
2800 Kcal/kg
Protein kasar
21-23
Lemak kasar
4-8
Kadar air
12
Serat kasar
4
Abu
8
Kalsium
0,9-1,2
Phospor
0,76-1
Sumber : SNI, 2006.
Tabel 2. Kandungan nutrisi puyuh layer
Kandungan pakan
Persentase (%)
ME (Metabolisme Energi)
2900 Kcal/kg
Protein kasar
22
Lemak kasar
3,96
Kadar air
14
Serat kasar
6
Abu
10
Kalsium
3,25-4
Phospor
0,6
Sumber : SNI, 2006.
Faktor yang terpenting dalam pemeliharaan burung puyuh adalah pakan, sebab 80% biaya yang dikeluarkan peternak digunakan untuk pembelian pakan. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pakan ternak. Setiap ternak memiliki kebutuhan nutrient yang berbeda berdasarkan usia dan kebutuhan biologis masing-masing. Zat-zat gizi yang dibutuhkan harus terdapat dalam pakan, kekurangan salah satu zat gizi yang diperlukan akan memberikan dampak buruk (Listiyowati dan Roospitasari, 2007).

B. Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan. Kandang dipergunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi. Pada prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang sederhana, biaya pembuatan murah, dan memenuhi persyaratan teknis. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah bentuk kandang dan kondisi tempat yang tersedia, keadaan tanah yang akan dipergunakan, biaya yang tersedia dan bahannya. Keberadaan kandang sangat penting karena kandang berfungsi untuk berlindung dari panas dan hujan serta untuk mempermudah tata laksana dan untuk melindungi bahaya atau gangguan dari luar (predator). Kebersihan dan perlengkapan dari kandang perlu diperhatikan. Kebersihan kandang dapat dijaga melalui sanitasi. Selain itu hal-hal seperti ventilasi, cahaya matahari, dan konstruksi bangunan juga perlu diperhatikan
Menurut Martono (2004) konstruksi kandang yang baik terdiri dari beberapa bagian, yaitu atap. Atap kandang diusahakan menggunakan genting, karena tidak mudah menyerap panas yang bisa mengakibatkan temperatur di dalam kandang menjadi tinggi. Kemudian bentuk atap yang biasa digunakan adalah atap muka dua dengan lubang udara (sistem monitor) dan atap tunggal dengan lubang udara (sistem semi monitor).
Bangunan utama tidak dilengkapi dengan tirai, akan tetapi dalam kandang terdapat ventilasi. Kandang dilengkapi dengan lampu bohlam yang berfungsi sebagai penerangan dan sumber panas  yang penerangannya 5 watt dalam satu kandang baterai yang mana lampu tersebut dinyalakan selama 24 jam. Sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25o C, kelembaban kandang berkisar 30-80%, penerangan kandang pada siang hari cukup 25-40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini belaku untuk cuaca mendung atau musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (baterai). Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor DOQ, selanjutnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa bertelur.
Temperatur lingkungan memiliki peranan penting terhadap kualitas kerabang telur puyuh. Temperatur lingkungan mulai mempengaruhi kualitas kerabang telur jika temperatur lebih dari 30oC. Kualitas kerabang telur optimal jika temperatur lingkungan antara 16-21oC. Peningkatan temperatur lingkungan akan menurunkan soliditas kerabang telur puyuh sehingga temperatur harus benar-benar diperhatikan (Yuwanta, 2004).
Adapun kadang yang bisa digunakan dalam budidaya burung puyuh adalah :
a.      Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpengaruhlangsung terhadap produktifitas dan kemampuan menghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara. Idealnya satu ekor puyuh dewasa membutuhkan luas kandang 200 m2
b.      Kandang untuk induk petelur
Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama. Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.
c.       Kandang untuk anak puyuh/umur starter (kandang indukan)
Kandang  ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter, yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu. Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas. Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang 100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor anak puyuh).
d.      Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6 minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk petel kandang biasanya berupa kawat ram (Setiawan, 2006).

C.  Manajemen Kesehatan
Sanitasi dan Tindakan Preventif untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh, kesehatan lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini mungkin. Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas terkait (Fernandez et al., 2002).
Biosekuriti adalah hal yang penting dalam usaha peternakan. Biosekuriti adalah kegiatan mengontrol keadaan kandang menjadi daerah yang nyaman untuk ditinggali ternak serta agar didapatkan ternak sehat serta produktivitas yang maksimal. Tujuan utama penerapan biosekuriti adalah :
1.         meminimalkan keberadaan penyebab penyakit.
2.        meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk  semang.
3.        membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin. (Zainuddin dan Wibawan, 2007).
Tindakan kesehatan melakukan vaksinasi terhadap penyakit unggas menular yaitu Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), Marek’s Disease, Infectious Bursal Disease (IBD), dan Fowl Pox sesuai dengan peraturan yang berlaku. melakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin terhadap penyakit Pullorum. Burung  puyuh yang tampak sakit harus dikeluarkan dari kandang dan ditempatkan di kandang isolasi untuk diberikan tindakan pengobatan. Burung  puyuh yang menderita penyakit menular, bangkai puyuh dan limbah penetasan tidak boleh dibawa keluar komplek pembibitan dan harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur dengan kedalaman tanah sesuai dengan kapasitas bangkai dan ditimbun sedalam 0,5 meter (Suprijatna, 2005).
Program pencegahan penyakit pada puyuh, tidak sepenuhnya dapat menjamin keberhasilan peternakan terbebas dari penyakit. Salah satu yang menentukan keberhasilan usaha beternak puyuh adalah manajemen pemeliharaan. Pencegahan penyakit yang dilakukan dipeternakan puyuh Jatikuwung, Karanganyar yaitu dengan memberikan vitamin VITA Tetra-Chlor, sebagai sumber vitamin, mineral dan juga antibiotik. Menurut Ritonga (2008) Penerapan biosekuriti meliputi 3 aspek menurut yaitu aspek sanitasi, aspek isolasi, dan aspek pengaturan lalu lintas keluar masuk barang ke area peternakan.
Menurut Zainuddin dan Wibawan (2007), berdasarkan penerapan biosekuritinya, sistem produksi unggas terbagi atas 4 sektor yaitu:
  1. Sektor 1: merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level biosecurity) sesuai dengan prosedur standar. Contoh yang termasuk dalam sektor ini adalah golongan industrial integrated system seperti breeding farm.
  2. Sektor 2 : merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Contoh golongan yang termasuk dalam sektor ini adalah peternakan ayam dalam ruangan tertutup (close house atau semiclose house) sehingga tidak ada kontak antara ayam dengan unggas lain.
  3. Sektor 3 : Peternakan komersial yang melaksanakan biosekuriti secara sederhana dan masih terdapat kontak dengan unggas lain atau orang yang masuk ke peternakan. Umumnya peternakan komersial yang ada di Indonesia masuk dalam sektor ini.
  4. Sektor 4 : Peternakan yang memelihara unggas secara tradisional dengan penerapan biosekuriti minimal dan produknya ditujukan untuk dikonsumsi atau dijual di daerah setempat.
Sementara itu menurut Naipospos (2006), konsep biosekuriti hanya dikenal di lingkup peternakan sektor 1 (peternakan unggas komersial skala besar dan terintegrasi) dan sektor 2 (peternakan unggas komersial skala menengah). Adapun pada peternakan sektor 3 (peternakan komersial skala menengah dan kecil yang lingkungannya tidak terjaga dengan baik) dan sektor 4 (pemeliharaan unggas di belakang rumah/backyard, tanpa kandang dan tidak diberi makan secara khusus) kesadaran mengenai pentingnya sanitasi tidak diperhatikan. Ditambahkan oleh Daryanto (2007), jika dibandingkan dengan sektor 1 dan 2 maka peternakan sektor 3 dan 4 memiliki kelemahan dalam penerapan biosekuriti sehingga kedua sektor ini memerlukan perhatian lebih serius sejalan dengan merebaknya kasus Avian Influenza.





Daftar Pustaka

Fernandez F.,I., D.W. Cahen, N.C. Steele,R.G. Campbell, D.D. Hall, E.Virtanes and T.J. Caperna. 2002. Effect of dietary betain on nutrient utilization and pertitioning in the young growing feed restricted pig. J. Animal. Sci. 80: 421-428.
Harjanto, T. 2009. Puyuh. Delta Media. Surakarta.
Listiyowati, E. dan Roospitasari, K., 2007. Puyuh, Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Maulidya, Siella dan  Ningtyas.2013.  Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas platyrinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):347-352
Murtidjo, B. A. 2002. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Nugroho dan Mayun. 1981. Beternak Burung Puyuh (Quail). Cetakan I. Semarang: Eka Offset.
Prasetyo, L. Hardi. 2010. Panduan Budidaya Dan Usaha Ternak Itik. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Rasyaf, I.P. 2002. Formulasi, Pemberian dan Evaluasi Pakan Unggas. Forum  Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Peternakan.Yogyakarta.
Setiawan, D. 2006. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) pada Perbandingan Jantan dan Betina yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
SNI. 2006. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail Grower).
Standar Nasional Indonesia. 2006. Ransum Itik Petelur. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta
Sugiarto, R. E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Suprijatna E. 2005. Ilmu dasar ternak unggas. Jakarta (Indones): Penebar Swadaya.
Susanto, A. R. 2013. Penetasan Telur Puyuh di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Topan. 2007. Sukses Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Yusdja,R. Sajuti, WK Sejati, IS Anugrah, I Sadikin, Bawinarso. 2005. Jurnal :Pengembangan Model Kelembagaan Agribisnis Ternak Unggas Tradisional (Ayam Buras, Itik dan Puyuh). Laporan Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Yuwanta T. 2010. Telur dan kualitas telur. Yogyakarta (Indones): Gajah Mada University Press.
Zainuddin, D. dan I.W.T. Wibawan. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal, Sumber Daya Genetik Ayam Lokal Indonesia. halaman. 159−182. Dalam Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia, Cibinong.

Comments

Popular posts from this blog

CARA MELAKUKAN UJI KUALITAS TANAH SECARA SEDERHANA

jenis jenis IKAN CUPANG/IKANG LAGA

PATOGEN PADA HAMA TANAMAN PADI